Soal Pendidikan, Mahasiswa UPR Minta Komitmen Lembaga di Provinsi Kalteng

    PALANGKA RAYA – Momentum hari pendidikan nasional, puluhan Mahasiswa Universitas Palangka Raya (UPR) meminta komitmen lembaga Provinsi Kalimantan Tengah, tentang bagaimana penyelesaian persoalan dan penerapan sistem pendidikan khususnya di UPR yang menjadi penunjang kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di Kalteng (4/5/2017).

    Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UPR Ali Assegaf mengeluhkan hal tersebut. Menurutnya bahwa mahasiswa tidak tahu harus kemana lagi mengadu. Sedangkan, orang tua mereka sendiri yakni dosen atau petinggi di UPR tidak bisa dipercaya lagi.

    “Kami bingung mau mengadu kemana lagi. Sehingga persoalan penerapan pendidikan di UPR kami keluhkan ke Ketua DPRD, Gubernur dan juga Kejati Provinsi Kalteng, ujar Ali.
    Menanggapi masalah itu, Ketua Komisi C DPRD Provinsi Kalteng Samsul Hadi menyampaikan bahwa pihaknya akan membuat rekomendasi kepada Ketua DPRD untuk bisa mengkomunikasikan dengan eksekutif terhadap persoalan-persoalan UPR.

    “Apakah nanti akan membentuk tim bersama DPRD dan Eksekutif untuk bisa mengurangi apa yang menjadi persoalan UPR, baik kaitannya dengan penyelenggaraan pendidikan diperguruan tinggi maupun dengan fasilitas-fasilitas penunjangnya. Tentunya akan masuk melalui perundang-undangannya atau yang lainnya karena kita masuk di UPR tidak bisa harus ada bentuk kerjasama,” terangnya.

    Kemudian pihaknya dari Komisi C juga akan meminta Ketua DPRD untuk membuat tim koordinasi atau investigasi atau tim evaluasi, terhadap persolan UPR baik tentang penyelenggaraan pendidikan maupun dengan penanganan sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang tidak mendasari keadilan.

    Tim ini nanti katanya jika sudah terbentuk, maka pihaknya minta Ketua DPRD untuk mengkordinasikan ke Kemeristekdikti dan itu langkah-langkah untuk bisa masuk dalam rangka penanganan di UPR.

    Dilain pihak, Sekda Kalteng Syahrin Daulay mewakili pemerintah Provinsi Kalteng mengatakan bahwa masalah UKT yang ditetapkan ini adalah masalah internal di UPR. Pihaknya hanya bisa menyampaikan pandangan-pandangan

    “Perlu saya sampikan posisi gubernur berdasarkan undang-undang, selain kepala daerah juga fungsi selaku gubernur dalam hal ini wakil pemerintah pusat didaerah. Jadi gubernur istilahnya dua kaki. Satu kaki untuk melaksanakan otonomi dan kedua adalah berperan sebagai wakil pemerintah pusat yaitu presiden dan menteri-menterinya,” kata Sekda.

    Andai misalnya lanjut Sekda ke suatu universitas itu melaksanakan fungsi selaku wakil pemerintah pusat di daerah, itu sama-sama harus dipahami kewenangan seorang gubernur.

    “Berdasarkan informasi terkait Uang kuliah tunggal dan usulannya menolak adanya sistem UKT ini selakan dikaji karena tentunya yang memahaminya adalah mereka yang terkait yang terlibat dan terlibat dalam proses belajar mengajar,” ungkapnya.

    Terkait adanya komersialisasi pendidikan tentunya jangan mahasiswa kita saja tidak sepakat, inti kami tidak rela adanya komersialisasi pendidikan di UPR dan selakan sampaikan tuntutannya secara tertulis pak gubernur akan jawab secara tertulis.

    Sedangkan Kejaksaan Tinggi Provinsi Kalteng, Asisten Intelejen Dr. Muklis mengatakan tekait Pungli ada saber pungli Provinsi Kalteng yang dipimpin oleh Polda. Tetapi kejaksaan juga ikut didalamnya.

    Penegak hukum masuk ke universitas kapanpun bisa saja dengan cara-cara yang sesuai dengan aturan undang-undang jadi tidak ada batas, ketika pengumpulan datapun kita bisa masuk fungsi intelijen dengan berbagai cara.

    “Kami berterimakasih sekali dengan adanya kedatanan mahasiswa ini. Tentunya semua akan kita tindaklanjuti sesuai aturan yang berlaku,” ungkapnya.

    (sps/beritasampit.co.id)