​Tiga Fakultas Boikot Pertemuan Mahasiswa dan Rektor UPR, Kenapa ?

    PALANGKA RAYA – Pada pertemuan antara mahasiswa dan Rektor Universitas Palangka Raya (UPR), Senin, (17/4/2017) di kantor Aula Rahan UPR untuk menindaklanjuti aksi dan tuntutan mahasiswa (10/4/2017) yang difasiltasi pihak Rektorat, Fakultas Teknik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, dan Fakultas Pertanian menarik masa sebelum selesainya mediasi.

    Mereka memboikot acara pertemuan itu dengan alasan tidak sepaham denga  pihak Rektorat. Gubernur BEM FISIP Ambrullah menyampaikan, ada sebelas hasil kesepakatan dari Rektor dan teman-teman fakultas lain pada pertemuan tersebut.

    Pihaknya sendiri dari 3 Fakultas menarik masa sebelum selesai dan ditanda tangani kesepakatan itu. “Kami menilai kesepakatan itu tadikan menjadi kewajiban dan tanggung jawab pihak Rektorat. Tentu masalah yang dibahas tadi tidak perlu kita bahas lagi menjadi sebuah kesepakatan antara mahasiswa dan rektor karena itu dikatakan sebagai kewajiban para birokrat UPR,” ungkapnya.

    Dia menambahkan bahwa selama ini pihaknya,  melakukan aksi dan menuntut pihak Rektorat yang dipimpin langsung Presiden Mahasiswa UPR Ali Assegaf dan teman-teman lainnya untuk menuntut bahwa pertama anggaran Universitas Palangka Raya yang bersumber dari Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang dibayar mahasiswa tiap semesternya harus 70% dicairkan ke masing-masing Fakultas dan 30% untuk pembangunan dan kebutuhan ditingkat universitas bukan sebaliknya.

    Sebab katanya, pembagunan dan peningkatan pendidikan, dan mahasiswa menikmati kenyamanan berpendidikan  itu di tingkat fakultas dan jurusannya bukan di tingkat Universitas.

    “Kedua kami mengkaji dari tahun 2014 sampai 2016 nilai UKT itu terus naik dan mahal sedangkan kondisi kampus masih tetap seperti sebelum adanya sistem UKT ini yaitu dengan sistem SPP, kami menginginkan UKT mahasiswa itu dikembalikan ke nilai UKT pada tahun 2013 yang tidak terlalu mahal dan membebani mahasiswa dan orang tua mahasiswa. Karena kita melihat kondisi di mahasiswa sendiri dengan penerapan sistem UKT ini sampai ada yang berhenti kuliah dan menangis karena tidak sanggung membayar uang kuliah” terangnya.

    Kemudian pihaknya merasa poin permasalahan yang ada di UPR ini adalah pembagian anggaran yang tidak berkeadilan dan nilai UKT yang terus naik. Pada pertemuan ittu juga lanjutnya, pihaknya menyampaikan dua poin keinginan mahasiswa yang tidak ditanggapi dan tidak diterima.

    “Inikan menjadi permasalahan besar. Harapan kami mahasiswa tentu jangan sampai fakultas miskin anggaran, jurusan merangkak pendidikan, kesejahteraan dosen itu diabaikan, dan jangan sampai mengorbankan hak-hak mahasiswa,” tambahnya.

    (sps/beritasampit.co.id)