​Jangan Teruskan Pembodohan Terhadap Warga, Desamu Adalah Wargamu

    MENGHITUNG hari sampai pada berganti tahun selama ini, mata ini melihat keindahan dan kemakmuran pada tahun 1995 bahkan 1997. Meski dimusim kemarau saat itu, dimana semua warga di desaku tidak pernah merasakan kehawatiran seperti yang dirasakan pada saat ini.
    Dulu himpitan ekonomi bukanlah masalah serius bagi para tetua maupun tokoh masyarakat dan juga warga desa ini. Secara turun-temurun kebun karet merupakan tumpuan hidup yang sampai saat ini hanya bisa bertahan ditengah ganasnya perubahan itu.

    Dulu jika kami ingin mendapatkan makan enak dengan lauk-pauk tinggal membawa pancingan, kemudian turun ke lanting atau berkayuh menyusuri sungai Cempaga maka mudahnya mendapatkan ikan di air sungai yang dulu berwarna putih bak berlian.

    Bahkan jika kami ingin mendapat binatang darat yang tentunya halal dan bisa dijadikan bahan makanan sebagai lauk, orangtua kami akan memasang jebakan ke hutan karet yang tidak jauh dari kampung pasti ada hasilnya yang diperoleh.

    Namun semua itu hanya kenangan yang sulit saya lupakan secara pribadi. Desa ini mulai hancur ketika pembodohan kepada masyarakat yang mana Sumber Daya Manusianya (SDM) dibawah paham dan rata-rata tidak mengerti itu semakin meluas.

    Saya miris melihat dan mendengar ini, karena pembodohan secara halus inipun dilakukan oleh orang-orang di desa kami sendiri, demi menggaruk isi bumi dan mendapat keuntungan secara spontan dan mendapatkan kekayaan per individu tanpa memperhitungkan masa depan desanya sendiri.

    Hal ini semakin terlihat pada 2014 sampai 2017 saat ini, warga masyarakat di tiga desa yang saat itu berlomba-lomba mengharafkan dunia pertambangan di desanya bisa menjadi tumpuan hidup sampai pada anak-cucunya itu, hanya bisa gigit jari.

    Apa yang diharapkan pada pemimpin desa tidaklah sesuai, hasil bumi di garuk secara kejam oleh perusahaan,lobang-lobang lebar,dalam dan besar terlihat dimana-mana.

    Bahkan yang paling menyayat hati lagi, pasca penambangan nanti, tanah yang kini menjadi hak milik perusahaan itu akan bebas mau di apakan saja, benar-benar suatu pembodohan publik.

    Seharusnya pemerintah melarang warga masyarakat menjual tanahnya, dan hanya di perbolehkan bermitra atau kerjasama agar tanah yang ditambang itu bisa di reklamasi secara benar.

    Sungguh kata-kata kalimat ini yang ada dalam benak saya saat ini. Kata yang ingin saya sampaikan kepada yang berhak menerima ini. Kepedulian ini pada generasi berikutnya hanya sisa harapan, lima sampai sepuluh tahun lagi akankan desa ini bisa bertahan dengan sistem yang sudah terlanjur salah itu.

    (Sudarmo)