Mengintip Nasib Pengrajin Atap Daun Nipah di Kumai

    PANGKALAN BUN-Para pengrajin atap daun nipah di Kabupaten Kotawaringin Barat, enggan pindah dari lokasi mereka saat ini ke daerah Kumai Sebrang. Alasannya, karena kalau pindah sangat jauh dan harus melintas sungai besar.

    ”Kalau pindah ke Kumai Sebrang, biaya dari mana untuk menyewa kelotoknya tiap hari, sedangkan upah yang diterima paling banyak sehari dapat Rp 15.000 saja,” ujar Sila, salah seorang pengrajin saat ditemui beritasampit.com, Selasa (22/3).

    Menurut Sila,tanah yang sekarang dipakai tempat pengrajin milik salah seorang warga yang baik hati. “Karena sudah bertahun-tahun dipakai pengrajin. Sekarang Kota Kumai semakin maju, banyak bangunan toko dan losmen yang dibangun sekitar pelabuhan Kumai, jadi kalau pemilik tanah mau membangun, saya dan teman-teman pengrajin lainnya siap pindah.Tapi pindahnya tidak mau ke Kumai Sebrang,” ungkapnya.

    Sila membeberkan, menjadi pengrajin penjahit daun nipah dilakoninya sejak kecil sampai sekarang punya anak satu. ”Para pengrajin disini lebih dari 7 orang semuanya keluarga, itu disamping Ibu saya dan ini anak saya. Lumayan Pak untuk menambah penghasilan suami yang bekerja di meubel,” ungkapnya.

    Ia menjelaskan, upah sehari hanya sekitar Rp 15.000. Dia harus bisa menjahit rapi  hingga jadi 100 bahan atap daun nipah. “Kalau sudah dapat 100 bahan atap, saya diberi upah Rp 15.000,  ya itulah sehari maksimal bisa mengerjakan 100 atap,” tambah Sila.

    Diakui Sila,  para pengrajin lainnya sampai sekarang belum ada turun tangan dari Pemkab Kobar, misal melalui Camat membantu kehidupan para pengrajin bahan atap dari daun Nipah.

    ”Lama-lama kedepannya tanah ini pasti akan dipakai oleh pemiliknya, karena selama ini para pengrajin menempati lahan milik perorangan, bukan dari hibah milik Kelurahan atau Kecamatan. Inginnya para pengrajin atap daun Nipah diperhatikan oleh pemerintah, dengan cara diberi modal dan lokasi lahan,” ungkap Sila.

    Sementara itu Camat Kumai Syahruddin  mengatakan, dipindahkannya para pengrajin atap daun nipah, sehubungan mereka sering mengeluh tentang masalah tempat. “Dulu mereka mengeluh minta disediakan lahan untuk tempat usahaanya. Karena selama ini,mereka menggunakan lokasi milik perorangan. Dan saya sudah lama menyarankan untuk pindah. Tapi saat diberi lahan mereka enggan pindah,alasannya jauh harus nyebrang,” ujar Camat.

    Dijelaskan Camat, kalau mereka minta disediakan lahan disekitar Kota Kumai,sudah tidak ada lagi lahan yang kosong. ”Justru kalau pindah ke Kumai Sebrang,akan semakin dekat dengan lokasi tanaman Nipah,” cetus Camat. (man/beritasampit.com)